"Rantepao, inilah sebuah kota kecil  di Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, yang memiliki segudang  pesona alam dan budaya. Kota ini terus menggeliat menjadi pusat budaya  suku Toraja sekaligus pintu gerbang saat Anda menyambangi keindahan dan  kemegahan budayanya. Bersiaplah untuk memulai petualangan dan wisata  yang mengesankan di kota yang dikelilingi perbukitan dan puncaknya  senantiasa ditutupi kabut itu."
     Rantepao, ibu kota Kabupaten Toraja  Utara, telah dikenal sejak dulu sebagai gerbang bagi wisatawan yang  hendak menikmati suguhan wisata alam, budaya, dan sejarah dari Toraja yang eksotis. Rantepao berjarak sekira 300 km dari Makasar, ibu kota Sulawesi Selatan. Kota ini mudah diakses dengan berbagai pilihan alternatif kendaraan baik darat maupun udara. 
   Rantepao  terkenal sebagai kota yang cantik dan memiliki suhu yang sejuk. Kota  ini menunjukan pesonanya yang masih bernuansa tradisional kental dan itu  semakin menarik dengan lansekap alam yang hijau. Kota Rantepao  dikelilingi perbukitan yang puncaknya senantiasa ditutupi kabut.  Sepanjang tahun hujan mengguyur kota ini, bahkan di musim kemarau  sekalipun. Tak heran, Rantepao disebut sebagai kota hujan. Selain itu,  Rantepao dilalui oleh Sungai Sa'dan dimana telah menjadi sumber air bagi  pertanian dan peternakan di wilayah sekitarnya.
     Sebagai pusat pariwisata dan  perdagangan di Toraja, Rantepao memiliki sarana akomodasi dan fasilitas  umum yang terbilang lengkap. Oleh karena itu, meski Rantepao hanyalah  kota kecil namun aktivitas kota ini cukuplah ramai. Di Rantepao, segala  kebutuhan wisatawan baik lokal dan asing lengkap tersedia.  Ada beragam  pilihan hotel, agen wisata, homestay, money changer, toko,  pasar tradisional, mini market, bank, perwakilan perusahaan otobus, ATM,  warnet, dan warung makan dapat dengan mudah Anda temukan di kota ini.  Keunikan lain dari Rantepao adalah bentuk bangunan-bangunan dari  fasilitas umum, seperti bank dan kantor dibangun dengan mengadopsi  bentuk rumah adat (tongkonan). 
 Rantepao  adalah ibu kota Kabupaten Toraja Utara yang baru terbentuk tahun 2008  sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2008 dimana Kabupaten Tana Toraja  dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten. Pada 26 November 2008, Kabupaten  Tana Toraja resmi dibagi menjadi Kabupaten Tana Toraja (dengan ibukota  Makale) dan Toraja Utara (dengan  ibu kota Rantepao).
        Rantepao  adalah ibu kota Kabupaten Toraja Utara yang baru terbentuk tahun 2008  sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2008 dimana Kabupaten Tana Toraja  dimekarkan menjadi 2 (dua) kabupaten. Pada 26 November 2008, Kabupaten  Tana Toraja resmi dibagi menjadi Kabupaten Tana Toraja (dengan ibukota  Makale) dan Toraja Utara (dengan  ibu kota Rantepao).  
    Lokasi kota Rantepao yang strategis  dan dekat dengan beberapa kawasan tujuan wisata terkenal di Toraja  menjadi nilai tambah tersendiri. Rantepao berjarak sekira 4 kilometer  dari salah satu desa tujuan wisata yang paling terkenal di Toraja, yaitu  Kete Kesu. Mengunjungi Londa (makam gua kapur kuno) maka jarak yang harus Anda tempuh sekira 7 kilometer. Rantepao Lemo berjarak sekira 10 kilometer, di sebelah Selatan Rantepao. Lemo adalah  juga area pemakaman tua bagi para leluhur masyarakat Toraja. Sedangkan  untuk menuju Makale, ibu kota Kabupaten Tana Toraja, jarak yang harus ditempuh adalah sekira 18 km dari sebelah utara. Sementara, jarak Rantepao Kambira adalah 20 kilometer. Di Kambira terdapat pohon Tarra berumur sekitar  300 tahun dan sekaligus kuburan bagi puluhan jenazah bayi berusia 7  bulan. Batutumonga Rantepao dapat ditempuh dalam jarak 22 km; terdapat 56 menhir di desa ini. Untuk menuju Tilangga' (obyek wisata pemandian alam), jaraknya sekira 12 km dari selatan Rantepao. 
     Berpetualanglah dengan melebur ke  dalam riuh ramai pasar tradisional di Rantepao. Itu karena pasar  tradisional di kota ini berupa pasar keliling yang hanya ramai setiap 6  hari sekali. Ada jenis 2 pasar di kota ini, yaitu pasar kebutuhan barang  pokok dan pasar hewan. Pasar hewan merupakan pasar yang hanya diadakan  pada waktu tertentu dan hanya menjual hewan seperti kerbau, babi, dan  anjing.
Wisata Alam dan Budaya Bumi Lakipadada Tana Toraja
 Bumi  Lakipadada, Tana Toraja. Daerah primadona wisata Sulsel ini juga  dijuluki surganya wisata alam dan budaya, karena memiliki kekayaan dan  keindahan obyek wisata budaya yang termasyhur di dunia.
Bumi  Lakipadada, Tana Toraja. Daerah primadona wisata Sulsel ini juga  dijuluki surganya wisata alam dan budaya, karena memiliki kekayaan dan  keindahan obyek wisata budaya yang termasyhur di dunia.Wilayah Tana Toraja memiliki luas 3.205,77 km2, terdiri dari 15 kecamatan, 116 lembang (desa), dan 27 kelurahan.

Kondisi  topografi Tana Toraja berada di daerah pegunungan, berbukit dan  berlembah. Yang mana areanya terdiri dari 40% pegunungan dengan  ketinggian antara 150 m s/d 3.083 m di atas permukaan laut (dataran  tinggi 20%, dataran rendah 38%, rawa-rawa dan sungai 2%). Bagian  terendah kabupaten ini, berada di Kecamatan Bonggakaradeng dan tertinggi  Kecamatan Rindinggallo. Kondisi tersebut menjadikan kabupaten ini kaya  akan keragaman obyek wisata alam dan budaya yang hingga kini tetap  terjaga dan terpelihara. 

Tana Toraja memiliki kekayaan budaya warisan leluhur yang tidak akan dijumpai di belahan bumi lain selain di Tana Toraja.
obyek wisata Kambira (kuburan pohon khusus bayi), Londa, Kete Ke’su,  Batutumonga, Lemo Buntang, Bori, Lo’ko Mata, Perkampungan Buntao,  Nanggala, Marante, Pekampungan Seni Ukir, arum jeram di Sungai Sa’dan,  dusun Patane dan keragaman budaya upacara kematian (rambu solo) dan  pesta syukuran (rambu tuka), Silaga Tedong atau pun atraksi Sisemba (adu  kaki). 
Wisata Alam dan Budaya    
Kambira (Kuburan Bayi di dalam Pohon)   

Obyek  wisata satu ini sangat unik, karena jenazah bayi yang sudah meninggal  dimasukkan ke batang pohon. Sebelum jenazah dimasukkan ke dalam batang  pohon, terlebih dahulu batang pohon itu dilubangi, dengan ketentuan  lubang tidak boleh menghadap ke arah kediaman keluarga yang meninggal.  Mayat bayi lalu diletakkan ke dalam, dan ditutupi dengan serat pohon  dari bahan pelepas enau (kulimbang ijuk). Pengunjung yang bertanda di  perkampungan ini, bisa melihat langsung kuburan para bayi yang  dimakamkan di atas pohon. Pohon tersebut bernama Tarra, pohon yang  menyerupai pohon buah sukun dengan lingkaran batang pohon sekitar 3,5  meter. Pohon ini telah berumur sekitar 300 tahun dan tersimpan puluhan  jenazah bayi berusia 0-7 tahun di dalamnya. Obyek wisata Kambira berada  di Kampung Kambira, Kecamatan Sangalla, sekitar 20 km dari Kota  Rantepao. Saat ini pohon tempat menyimpan mayat bayi tersebut sudah  tidak digunakan lagi. Namun pohon Tara tersebut masih terlihat tegak  berdiri, sehingga menjadi data tarik yang banyak dikunjungi wisatawan  lokal mau pun mancanegara.   
 Dusun Patane
Dusun Patane   Tempat wisata ini menarik untuk  dikunjungi. Karena dapat dijumpai setiap kali kita melewati beberapa  dusun atau perkampungan warga. Patane adalah kuburan dari kayu yang  berbentuk rumah Toraja. Biasanya dalam satu dusun, memiliki area Patane  yang memang sudah dipersiapkan secara berkelompok. Di mana satu Patane,  biasanya digunakan oleh satu keluargga yang akan menyimpan mayat  keluarganya didalam lebih dari satu jenazah, bahkan biasa ada yang lebih  dari lima jenazah. Dan itu dilakukan warga dengan ketentuan kelompok  yang mereka buat tersendiri, yang juga disesuaikan dengan kesetaraan  status sosial berkelompok yang berbeda-beda. Misalnya Patane Pong  Massangka yang merupakan turunan bangsawan, di makamkan di dalam Patane,  yang dilengkapi dengan patung (tau-tau) dirinya, terbuat dari kayu.  Obyek wisata ini menjadi keunikan tersendiri buat wisatawan domestik dan  mancanegara, yang selalu menyempatkan diri berkunjung ke Dusun  Patane.   
Lokomata   

Obyek  wisata ini disebut Lokomata, karena berbentuk bulat dan menyerupai  kepala manusia. Batu raksasa alam ini digunakan sebagai liang (kuburan)  oleh masyarakat yang bermukim di sekitar Desa Pangden, dengan cara  membuat lubang pada baru raksasa. Ukuran lubang disesuaikan dengan  ukuran peti jenazah yang nantinya akan di masukkan ke dalang liang.  Lokasi Lokomata berada di desa Pangden ±30 km dari Kota Rantepao, atau  berada di lereng Gunung Sesean, dengan ketinggian kurang lebih 1.400  meter di atas permukaan laut. Tempat wisata ini begitu unik, menawan,  dan fantastik untuk dikunjungi. Karena selain melihat liang, pengunjung  juga disuguhkan panorama alam yang begitu indah, serta deru arus sungai  di bawah kaki kuburan terlihat begitu alami.   
Sungai Sa’dan, Mai’ting, Maulu dan Ma’dong   

Arus  air di sungai ini diakui sangat menarik. Karena para wisatawan dapat  melakukan wisata alam, yakni arung jeram secara alami. Segala fasilitas  dan perlengkapan arung jeram dapat disewa di seputaran sungai. Tentu  saja dengan tarif yang terjangkau bagi pengunjung.   
Permandian Makula dan Air Terjung Ranteballa   
Obyek wisata air panas Makula berada  tidak jauh dari Kota Rantepao, jaraknya sekitar 28 km. Di tempat ini  tersedia kolam anak dan dewasa yang dapat digunakan untuk berendam air  panas setelah perjalanan jauh atau lelah mengunjungi beberapa obyek  wisata yang ada di Rantepao. Untuk masuk ke Makulan pengunjung dikenakan  biaya Rp 10.000 (dewasa) dan Rp 5.000 (anak-anak).     
Selain permandian air panas Makula, juga  ada air terjun asin di Kampung Ranteballa, Kecamatan Bittuang.  Menariknya air terjun itu terbilang langka. Pasalnya selain tingginya  mencapai sekitar 50 meter, debit airnya juga tidak pernah berkurang  sekalipun musim kemarau. Airnya ini sangat sejuk dan asri. Kedua obyek  ini, sangat ayik dinikmati sehabis berkunjung ke obyek wisata Kambira,  Dusun Patena, Lokomata dan bermain arung jeram.   
Wisata Unik dan Menghibur   

Selain  beberapa obyek wisata yang dapat Anda kunjungi di Tana Toraja,  keragaman atraksi wisata juga menjadi daya tarik unik dan menghibur bagi  wisatawan yang berkunjung. Seperti dapat menyaksikan upacara pemakaman  jenazah (rambu solo) dan pesta syukuran (rambu tuka) yang merupakan  kalender tetap tiap tahun, tidak terkecuali di program kolosal dari  Pemprov Sulsel, yakni Lovely Desember yang baru-baru diadakan tahun 2008  kemarin. Selain mengunjungi wisata di upacara kematian rambu solo dan  rambu tuka, ada juga atraksi Sisemba dan Silaga Todong. Dalam atraksi  ini, puluhan pemuda Tana Toraja, berseragam putih dan biru saling serang  dengan menggunakan kaki. Aksi ini bukanlah tawuran, melainkan sebuah  seni beladiri masyarakat Tana Torja yang unik. Dimana kaki kedua  kelompok saling beradu, mengejar, dan kembali beradu kaki. Biasanya  atraksi Sisemba, ditampilkan secara massal di perayaan pesta panen atau  pesta kematian.   
Suvenir Khas Toraja   

Setelah  menikmati keindahan panorama obyek wisata alam dan budaya, Anda bisa  mampir di toko-toko pada pusat Kota Rantepao untuk membeli beragam  cinderamata dan makanan khas Toraja, seperti Depa Tori, makanan yang  terbuat dari beras ketan dicampur gula merah. Bentuknya kecil, garing  dan manis. Ada juga ukiran Toraja, yang bisa dibawa pulang dan jadikan  oleh-oleh untuk sanak keluarga, sahabat dan mitra kerja Anda, seperti  kain tenun, patung, golok, dan rumah-rumahan tongkonan dari yang kecil  sampai yang besar. Harganya dijamin murah dan menjangkau dompet  pengunjungnya. Jadi tunggu apa lagi, Bumi Lakipadada siap setiap saat  menanti kunjungan Anda.
Objek Wisata di Kabupaten Tana Toraja
                                 
 Pallawa    

 Tongkonan  adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai  perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan  menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau.  Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan  digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan berasal  dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi  berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial  Masyarakat Toraja). Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang  disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon  palem (bangah) saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung  terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang  merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
Tongkonan  adalah rumah adat masyarakat Toraja. Atapnya melengkung menyerupai  perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini sebagian tongkonan  menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau.  Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur. Tongkonan  digunakan juga sebagai tempat untuk menyimpan mayat. Tongkonan berasal  dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi  berdasarkan tingkatan atau peran dalam masyarakat (stara sosial  Masyarakat Toraja). Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang  disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon  palem (bangah) saat ini sebagian sudah dicor. Di bagian depan lumbung  terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan matahari, yang  merupakan simbol untuk menyelesaikan perkara.
 Tongkonan Pallawa adalah salah satu tongkonan yang berada di antara  pohon-pohon bambu di puncak bukit. Tongkonan tersebut didekorasi dengan  sejumlah tanduk kerbau yang ditancapkan di bagian depan rumah adat.  Terletak sekitar 12 Km ke arah utara dari Rantepao.
                                
 Londa    
 Londa  adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya  terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana  peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit  lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Londa  terletak de Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalai, sekitar 5 Km ke arah  selatan dari Rantepao, Tana Toraja.
Londa  adalah bebatuan curam di sisi makam khas Tana Toraja. Salah satunya  terletak di tempat yang tinggi dari bukit dengan gua yang dalam dimana  peti-peti mayat diatur sesuai dengan garis keluarga, di satu sisi bukit  lainya dibiarkan terbuka menghadap pemandangan hamparan hijau. Londa  terletak de Desa Sendan Uai, Kecamatan Sanggalai, sekitar 5 Km ke arah  selatan dari Rantepao, Tana Toraja.
 
 
                                
 Ke'te Kesu    
 Ke’te  Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat  kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan  rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona  di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan  bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang  perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan  bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau  ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini  juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya  dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir.  Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.
Ke’te  Kesu berarti pusat kegiatan, dimana terdapatnya perkampungan, tempat  kerajinan ukiran, dan kuburan. Pusat kegiatannya adalah berupa deretan  rumah adat yang disebut Tongkonan, yang merupakan obyek yang mempesona  di desa ini. Selain Tongkonan, disini juga terdapat lumbung padi dan  bangunan megalith di sekitarnya. Sekitar 100 meter di belakang  perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing dengan kuburan  bergantung dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau  ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini  juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya  dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir.  Terletak sekitar 4 Km dari tenggara Rantepao.
                                
 Batu Tumonga    

 Di kawasan ini anda dapat menemukan sekitar 56 batu menhir dalam satu  lingkaran dengan 4 pohon di bagian tengah. Kebanyakan batu menhir  memiliki ketinggian sekitar 2 – 3 meter. Dari tempat ini anda dapat  melihat keindahan Rantepao dan lembah sekitarnya. Terletak di daerah  Sesean dengan ketinggai 1300 Meter dari permukaan laut.
 
 
 
 
                                
 Lemo    
 Lemo  merupakan sebuah kuburan yang dibuat di bukit batu. Bukit ini dinamakan  Lemo karena bentuknya bulat menyerupai buah jeruk (limau). Di bukit ini  terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan  satu keluarga dengan ukuran 3 X 5 M. Untuk membuat lubang ini  diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya sekitar Rp. 30  juta. Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman  Lemo anda dapat melihat mayat yang disimpan di udara terbuka, di tengah  bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara  kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari  mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. Kuburan Batu  Lemo ini terletak di sebelah utara Makale, Kabupaten Tana Toraja.
Lemo  merupakan sebuah kuburan yang dibuat di bukit batu. Bukit ini dinamakan  Lemo karena bentuknya bulat menyerupai buah jeruk (limau). Di bukit ini  terdapat sekitar 75 lubang kuburan dan tiap lubangnya merupakan kuburan  satu keluarga dengan ukuran 3 X 5 M. Untuk membuat lubang ini  diperlukan waktu 6 bulan hingga 1 tahun dengan biaya sekitar Rp. 30  juta. Tempat ini sering disebut sebagai rumah para arwah. Di pemakaman  Lemo anda dapat melihat mayat yang disimpan di udara terbuka, di tengah  bebatuan yang curam. Kompleks pemakaman ini merupakan perpaduan antara  kematian, seni dan ritual. Pada waktu-waktu tertentu pakaian dari  mayat-mayat akan diganti dengan melalui upacara Ma Nene. Kuburan Batu  Lemo ini terletak di sebelah utara Makale, Kabupaten Tana Toraja.
                                
 Arung Jeram Sungai Sa’dan    
 Sungai  Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80 meter  serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di sepanjang Sungai ini  terdapat beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda, seperti  jeram Puru’ dengan kategori tingkat kesulitan III; jeram Pembuangan Seba  dengan kategori tingkat kesulitan IV, yaitupermukaan air di pinggir  sungai yang lebar dan tiba-tiba menyempit dengan cepat; jeram Fitri  dengan kategori tingkat kesulitan V, yaitu berupa patahan dan arus  sungai yang menabrak batu besar yang dapat menyebabkan perahu menempel  di batu dan terjebak diantaranya. Selain itu, topografi daerah ini juga  sangat menarik dengan keindahan alam dan udara yang sejuk di sepanjang  perjalanan.
Sungai  Sa’dan memiliki panjang sekitar 182 km dan lebar rata-rata 80 meter  serta memiliki anak sungai sebanyak 294. Di sepanjang Sungai ini  terdapat beberapa jeram dengan tingkat kesulitan yang berbeda, seperti  jeram Puru’ dengan kategori tingkat kesulitan III; jeram Pembuangan Seba  dengan kategori tingkat kesulitan IV, yaitupermukaan air di pinggir  sungai yang lebar dan tiba-tiba menyempit dengan cepat; jeram Fitri  dengan kategori tingkat kesulitan V, yaitu berupa patahan dan arus  sungai yang menabrak batu besar yang dapat menyebabkan perahu menempel  di batu dan terjebak diantaranya. Selain itu, topografi daerah ini juga  sangat menarik dengan keindahan alam dan udara yang sejuk di sepanjang  perjalanan.
 Lokasi Sungai Sa’dan ini dimulai dari jembatan gantung di Desa Buah  Kayu kabupaten Tana Toraja dan berakhir di jembatan Pappi Kabupaten  Enrekang, Sulawesi Selatan.
                                
 Upacara Adat Rambu Solo    
 Rambu  Solo dalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan  untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia  menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur  mereka di sebuah tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut  upacara penyempurnaan kematian karena orang yang meninggal baru dianggap  benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi.  Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai  orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti  halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi  hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
Rambu  Solo dalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan  untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang meninggal dunia  menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur  mereka di sebuah tempat peristirahatan. Upacara ini sering juga disebut  upacara penyempurnaan kematian karena orang yang meninggal baru dianggap  benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi.  Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai  orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti  halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi  hidangan makanan dan minuman bahkan selalu diajak berbicara.
  Puncak  dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.  Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses  pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak  pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan  proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Puncak  dari upacara Rambu solo ini dilaksanakan disebuah lapangan khusus.  Dalam upacara ini terdapat beberapa rangkaian ritual, seperti proses  pembungkusan jenazah, pembubuhan ornament dari benang emas dan perak  pada peti jenazah, penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan, dan  proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
 Selain itu, dalam upacara adat ini terdapat berbagai atraksi budaya  yang dipertontonkan, diantaranya adu kerbau, kerbau-kerbau yang akan  dikorbankan di adu terlebih dahulu sebelum disembelih, dan adu kaki. Ada  juga pementasan beberapa musik dan beberapa tarian Toraja.
 Kerbau yang disembelih dengan cara menebas leher kerbau hanya dengan  sekali tebasan, ini merupakan ciri khas masyarakat Tana Toraja. Kerbau  yang akan disembelih bukan hanya sekedar kerbau biasa, tetapi kerbau  bule “Tedong Bonga” yang harganya berkisar antara 10 – 50 juta per ekornya.
 Upacara adat ini biasanya dilaksanakan di Kampung Bonoran, Desa Ke’te’ Kesu’, Kecamatan Kesu’, Tana Toraja.   
 
0 Response to "Objek wisata Tana Toraja-Rantopeo"
Posting Komentar