I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Konsumsi daging di masyarakat masih sangat tinggi meskipun harga daging tinggi, apalagi di saat hari raya permintaan daging akan meningkat oleh sebab itu pasar daging masih berpotensi cerah dan sampai kapanpun daging masih dikonsumsi meski persentase kebutuhan tidak terlalu tinggi. Menurut Iswantoro (2014) selaku Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa konsumsi ayam di Indonesia berkisar 60 persen dari total populasi masyarakat di Indonesia. Pada saat ini pemenuhan kebutuhan daging berasal dari peternak-peternak tradisional yang juga dipelihara secara tradisional. Biasanya peternak-peternak ini berternak sampai ternaknya siap untuk dipotong yang kemudian dijual ke bandar ataupun penjual daging untuk selanjutnya dilaksanakan pemotongan di RPH (Rumah Potong Hewan) yang pada akhirnya hasil-hasil potongan ini dijual ke pasaran.
Kegiatan pemotongan hewan potong diadakan di rumah potong hewan, Sementara, pemotongan hewan sendiri dimaksudkan untuk menghasilkan daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) untuk memenuhi daging yang ASUH agar dapat memenuhi kebutuhan, keamanan dan kesehatan pangan masyarakat veteriner.
Perusahaan pengolahan daging yang ada di Indonesia menjadikan peluang yang cukup besar untuk mengembangkan pasarnya dengan melihat pola konsumsi masyarakat yang meningkat. Pengolahan daging yang saat ini menjadi pilihan masyarakat misalnya nugget,bakso, dan sosis, serta produk olahan daging lainnya. Dalam pengolahan daging tersebut banyak faktor yang akan menunjang dari kualitas produk yang dihasilkan diantaranya yaitu teknik dalam melakukan pemotongan, karkasing dan perecahan daging. Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan dalam proses tersebut mulai dari pemeriksaan antemortem, pengistirahatan, teknik pemotongan, pemeriksaan post mortem dan perecahan daging yang diperoleh untuk pengolahan apa saja. Oleh karena itu dengan adanya penjelasan dari latar belakang yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan ”praktikum mengenai pemotongan ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik identifikasi masalah yaitu :
1. Apa saja yang perlu diperhatikan saat melakukan pemotongan ternak?
2. Bagaimana proses pemotongan pada ternak berlangsung.
3. Mengapa proses pemotongan dapat berpengaruh terhadap kualitas daging?
1.3. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pembuatan laporan ini, yaitu :
1. Mengetahui bagaimana proses pemotongan pada setiap jenis ternak, mulai dari ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar
2. Menganalisa berbagai macam pemotongan dan perlakuan pada setiap pemotongan.
3. Menyimpulkan pengaruh pemotongan terhadap kualitas daging.
1.4. Kegunaan Praktikum
Kegunaan praktikum mengenai pemotongan ternak unggas, ternak kecil dan ternak besar terbagi dalam:
1. Kegunaan ilmiahdari praktikum mengenai pemotongan ternak adalah untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan kepada mahasiswa yang sesuai dengan kajian kepustakaanmengenai proses melakukan pemotongan, karkasing dan perecahan daging.
2. Kegunaan praktis dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari kajian kepustakaan dilapangan mengenai pemotongan ternak serta manfaat melakukan pemotongan secara keilmuan dan sesuai prosedur.
1.5. Lokasi dan Waktu Praktikum
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan pada :
Hari, Tanggal : Senin, 23, 25 November dan 7 Desember 2014
Waktu : 12.30 – 14.30 WIB
Tempat : Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan
Universitas Padjadjaran.
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
2.1. Daging
Daging merupakan bahan pangan sumber protein dengan kandungan gizi yang lengkap dan bisa diolah menjadi berbagai jenis produk makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan yang layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya termasuk diantaranya hati, ginjal, otak, paru, jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot serta semua produk daging (Soeparno,1998).
2.2 Pemotongan Ternak
Pemotongan ternak dilakukan di suatu tempat khusus untuk pemotongan ternak yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu di Rumah Potong Hewan. Persyaratan atau peraturan mengenai pemotongan hewan dimaksudkan untuk melindungi hewan dari kekejaman yang tidak semestinya, tetangga-tetangga dari gangguan dan konsumen dari daging yang berasal dari hewan yang dipotong dan ditangani secara tidak sehat atau dijual tanpa pemeriksaan (Williamson dan Payne, 1993).
Pada dasarnya ada dua cara atau teknik pemotongan ternak, yaitu (1) teknik pemotongan secara langsung, (2) teknik pemotongan secara tidak langsung. Pemotongan secara langsung ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis serta oesophagus (Soeparno, 1998).
Syarat penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna (Soeparno, 1998).
Secara umum, mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas, ternak yang sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang dan cap S (slaughter = potong) serta sudah diistirahatkan dibawa keruang pemotongan dan disiram dengan air dingin. Maksud penyiraman dengan air dingin adalah : (1) agar ternak menjadi bersih dan (2) agar terjadi kontraksi perifer (faso kontraksi), sehingga darah dibagian tepi tubuh menuju kebagian dalam tubuh dan pada waktu disembelih, darah dapat keluar sebanyak mungkin serta mempermudah pengulitan (Soeparno, 1994).
Ternak disembelih oleh “kaum” atau “modin” yang juga menghadap kiblat, sehingga kepala ternak ada disebelah selatan dan ekor di sebelah utara. Selama proses penyembelihan, setelah bagian kulit, arteri karotis, vena jugularis, trakhea dan esofagus terpotong, dilakukan pengeluaran darah dengan pisau yang lazim disebut proses “bleeding” yaitu menusuk leher ke arah jantung, pengeluaran darah yang tidak sempurna selama proses penyembelihan menyebabkan lebih banyak residu darah yang tertinggal di dalam karkas sebingga daging yang dihasilkan lebih gelap dan lemak daging dapat tercemar oleh darah (Swatland, 1984).
Pemotongan ternak secara langsung dilakukan apabila ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memotong arteri carotis, vena jugularis, oesophagus, dan tenggorokan. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya 4 persen dari bobot tubuh. Proses pengeluaran darah pada ayam biasanya berlangsung selama 50 sampai 120 detik, tergantung besar kecilnya ayam yang dipotong (Soeparno, 1998).
Ayam yang telah disembelih dan darah dapat keluar dengan sempurna, kemudian dilakukan scalding. Ada 2 kombinasi antara suhu dan temperatur. Perbedaan pelepasan bulu (scalding) pada suhu 53,35oC (128oF) selama 120 detik disebut soft scalding. Hard scalding merupakan pencelupan dalam air pada suhu 62 sampa 64oC (145 sampai 148oF) selama 45 detik dan dapat menghilangkan kutikula (Sams, 2001). Tahap selanjutnya yaitu dressing meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeoran dan pencucian. Pengambilan jeroan dilakukan dengan cara memasukkan tangan kedalam rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar. Pencucian bertujuan untuk membersihkan karkas unggas dari kotan yang masih tertinggal di bagian dalam dan permukaan karkas( Sugiyono, dkk.2011)
2.3 Pengulitan
Menurut Soeparno (1998), ada tiga macam teknik pengulitan yaitu : (1) pengulitan di lantai, (2) pengulitan dengan digantung, dan (3) pengulitan dengan menggunakan mesin.
Pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis tengah dada dan bagian perut (abdomen). Kemudian irisan dilanjutkan sepanjang permukaan dalam (medial) kaku. Kulit dipidahkan mulai dari ventral ke arah punggung tubuh ternak (Setiyono, 2000).
Menurut Soeparno (1994), setelah pengulitan, rongga dada dibuka dengan gergaji, tepat melalui ventral tenah tulang dada atau sternum. Rongga abdomen dibuka dengan irisan sepanjang ventral tengah, kemudian pemisahan penis atau jaringan ambing dan lemak ruang abdominal yang sudah lepas. Bonggol pelvik dibelah dan pisahkan kedua bagian tulang pelvik. Dibuat irisan sekitar anus dan tutup dengan kantong plastik. Kuliti ekor jika belum dilakukan. Dipisahkan oesophagus dari trakhea. Dikeluarkan kandung kencing dan uterus jika ada, intestinum dan mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung serta hati. Setelah memotong diafragma, pisahkan pluck, yaitu jantung paru-paru dan trakhea. Dipisahkan karkas menjadi bagian kiri dan kanan dengan gergaji, tepat melalui garis punggung. Karkas dirapikan dengan memotong bagian-bagian karkas yang dianggap kurang bermanfaat. Karkas ditimbang untuk memperoleh berat segar. Karkas yang telah siap, setelah dicuci dapat dibungkus dengan kain putih untuk merapikan lemak subkutan.
2.4 Pemeriksaan Ternak
Pemeriksaan daging meliputi : (1) pemeriksaan sebelum ternak dipotong, lazim disebut pemeriksaan antemortem, dan (2) pemeriksaan setelah pemotongan atau yang azim disebut postmortem, yaitu pemeriksaan karkas dam alat-alat dalam (viscera), serta produk akhir (Soeparno, 1994).
etode pelaksanaan pemotongan ternak yang berlaku di Indonesia ada dua cara yaitu dengan pemingsanan dan tanpa pemingsanan. Metode dengan pemingsanan biasanya dilakukan oleh RPH modern dan besar dan sebelum dilakukan pemotongan terlebih dahulu diadakan pemingsanan agar ternak tidak stress dan aman bagi pemotong. Untuk metode tanpa pemingsanan biasanya dilakukan di rumah potong tradisional, penyembelihan dengan cara ini ternak direbahkan dengan paksa dengan tali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak yang dihubungkan dengan ring-ring besi pada rumah potong tradisional, dengan menarik tali-tali ternak akan roboh. Perlakuan ini akan menyebabkan ternak merasa sakit karena masih sadar (Kartasudjana, 2001).
Semua sapi yang akan dipersiapkan untuk dipotong harus diperlakukan dengan baik. Sapi ditempatkan di tempat tertentu yang cukup tenang. Sapi harus diberi kesempatan beristirahat yang cukup. Sapi yang datang dari luar daerah yang jauh harus diistirahatkan terlebih dahulu agar tidak tertekan. Sapi yang mengalami perlakuan kasar akan mengakibatkan goncangan yang berat. Sapi juga harus memperoleh jaminan makanan dan minuman (Sugeng, 2003).
Tahapan prose ante mortem adalah tahapan yang menyangkut pemeriksaan kesehatan, berat badan, jenis kelamin dan umur ternak yang akan dipotong. Pemeriksaan kesehatan ternak bertujuam melindungi konsumen dari adanya penyakit menular. Sebelum dipotong, ternak dipuasakan terlebih dahulu. Pemuasaan ternak sekitar 12 – 24 jam, agar ternak mengeluarkan sebagian kotoran dan darah secara tuntas. Tahapan proses post mortem adalah tahapan yang menyangkut proses pemeriksaan, pelayuan, pendinginan, dan pengangkutan karkas (Murtidjo, 1993).
Berdasarkan sistem HACCP maka dikenali ada empat kendali titik kritis selama proses penyembelihan di RPH yaitu pelepasan kulit, pengeluaran jeroan, pemisahan tulang dan pendinginan. Titik kendali kritis ini harus dapat dikendalikan untuk menekan pencemaran mikroba pada daging. Selama proses penyembelihan di RPH disarankan para pekerja menggunakan dua pisau dengan cara bergantian salah satu pisau direndam dalam air panas >82o C untuk menghindari pencemaran silang (Bolton el al, 2001).
Kemungkinan sapi mati setelah proses stunning itu ada, hal ini terlihat darah keluar yang keluar tidak merah segar akan tetapi bervariasi dari merah ke coklat kehitaman, dan keluar darahnya juga tidak selancar dan sebanyak sapi yang disembelih tanpa di stunning. Ada yang menjelaskan ini tergantung dari teknik stunningnya, akan tetapi mengingat ketahanan setiap hewan bervariasi besar maka resiko kematian sesudah stunning dan sebelum pemotongan masih besar (Apriyantono, 2004).
2.5 Karkas
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 20/Permentan/OT.140/4/2009 Tentang Pemasukan Dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, Dan/Atau Jeroan Dari Luar Negeri bahwa karkas adalah bagian dari ternak unggas yang diperoleh dengan cara disembelih secara halal dan benar, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan dan abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya sehingga aman, lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia.
Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman, dan layak dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang, daging tanpa tulang, dan daging variasi, dapat berupa daging segar dingin, daging beku, atau daging olahan (Permentan No. 20/Permentan/OT.140/4/2009). Selain daging, hasil akhir dari pemeliharaan ayam broiler berupa produk ikutan/by Product seperti jeroan. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari ternak ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia dapat berupa jeroan dingin atau beku (Permentan No. 20/Permentan/OT.140/4/2009).
Klasifikasi karkas berdasarkan cara penanganannya dibedakan menjadi:
- Karkas segar adalah karkas segar yang baru selesai diproses selama tidak lebih dari 6 jam dan tidak mengalami perlakuan lebih lanjut.
- Karkas dingin segar adalah karkas segar yang segera didinginkan setelah selesai diproses sehingga suhu di dalam daging menjadi antara 4oC – 5 oC.
- Karkas beku adalah karkas yang telah mengalami proses pembekuan cepat atau lambat dengan suhu penyimpanan antara 12 oC sampai dengan suhu 18 oC (SNI, 1995).
Karkas adalah bagian tubuh ayam yang telah dilakukan penyembelihan secara halal disertai dengan pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru, dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas beku. (BSN dalam SNI 3924:2009). Menurut Winarno, 1993 Karkas ialah daging ayam yang masih bersama kulit dan tulang-tulangnya yang telah diperoleh dari hasil pemotongan, setelah dipisah dari kepala, kaki dan isi rongga perut (Winarno, 1993). Karkas tersebut akan diproses lebih lanjut baik dengan memotong bagian-bagian tertentu seperti sayap dan kaki (drum stick) maupun dengan mengambil daging dada (breast meat), kulit, dan lain-lain. Proses-proses tersebut akan menyisakan bagian leher dan punggung dimana masih terdapat daging-daging yang melekat pada tulang. Daging-daging yang tertinggal pada bagian leher dan punggung dapat diambil secara manual maupun mekanik.
2.6 Mutu dan Kualitas Karkas
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3924-2009 tahun 2009 tentang Mutu Karkas dan Daging, disebutkan karkas adalah bagian ternak setelah dipotong, dicabuti bulunya/pengkulitan, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya. Cara pemotongannya dapat dibedakan menjadi karkas utuh, potongan separuh (halves), potongan seperempat (quarters), potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut put), dan debond yaitu karkas pada ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit.
Sementara, kualitas daging ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik pada waktu hewan masih hidup maupun setelah dipotong. Pada waktu hewan hidup faktor penentu kualitas daging adalah cara pemeliharaan, meliputi pemberian pakan, tata laksana pemeliharaan, dan perawatan kesehatan, sedangkan setelah hewan dipotong kualitas daging dipengaruhi oleh perdarahan pada waktu hewan dipotong dan kontaminasi mikroba (Murtidjo 2003).
Hal hal yang perlu diperhatiakan untuk menyiapkan ayam dalam bentuk karkas diantaranya sebagai berikut (Ruhyat, 2006 ) :
1. Tiga hari sebelum dipotong sebaiknya tidak diberi makan atau minuman yang mengandung obat-obatan.
2. Sekitar 6 jam sebelum dipotong, dipuasakan dari makanan tetapi air minum tetap diberikan.
3. Sebaiknya hanya ayam-ayam sehat yang di proses
4. Untuk melancarkan keluarnya darah sebaiknya ayam yang akan dipotong digantung selama 2 menit
5. Potongan biasanya dilakukan dibelakang dan dibawah daun telingga
6. Darah yang keluar harus sebanyak-banyaknya 34%-50%.
7. Temperatur air pencelupan tidak terlalu tinggi karena akan merusak karkas.
Berdasarkan cara pemotongan, produk karkas ayam pedaging dibedakan menjadi lima bagian, antara lain adalah (1) karkas ayam utuh (whole chicken carcass), (2) potongan separuh (halves) karkas dibagi menjadi dua potong sama besar, (3) potongan seperempat (quarters) karkas dibagi menjadi empat potong sama besar, (4) potongan bagian-bagian badan (chicken part atau cut-up), (5) debone atau boneless adalah karkas ayam pedaging tanpa tulang atau tanpa kulit dan tulang
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 01-3924-1995, tingkatan mutu produk karkas ayam pedaging, baik yang segar, dingin segar dan beku dibagi dalam tiga tingkatan mutu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah (1) konformasi; bentuk kerangka dan tubuh, terutama dada, paha dan punggung, (2) perdagingan; ketebalan daging pada tulang dada, paha, betis dan punggung, (3) perlemakan; penyebaran dan ketebalan lemak di bawah kulit, (4) keutuhan; ada tidaknya tulang yang patah atau hilang, persendian yang lepas, kulit yang sobek atau daging yang sobek maupun hilang, luka maupun adanya penebalan, (5) perubahan warna; ada tidaknya memar, bekas bakar (frozen burn) dan perubahan warna yang disebabkan mikroorganisme atau zat-zat kontaminan lain, (6) dan kebersihan; ada tidaknya bulu-bulu besar maupun bulu halus yang tertinggal atau kotoran yang menempel.
III
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR KERJA
3.1. Alat
1) Pisau : untuk memotong dan membagi daging dalam beberapa potongan
2) Plastik : untuk membuang kotoran, darah, bulu dan bagian yang tidak diperlukan
3) Baki atau nampan : agar daging yang sudah di potong-potong langsung disimpan pada wadah sehingga daging tidak tercecer dimana-mana.
4) Timbangan : digunakan untuk menimbang bahan sebelum dipotong, daging, offal serta karkas yang dihasilkan.
5) Kamera: dihgunakan untuk mendokumentasikan hasil praktikum maupun kunjungan ke lapangan
3.2. Bahan
a) Ayam broiler
b) Domba
c) Kunjungan Ke RPH untuk melihat pemotongan sapi, kegiatan pemotongan tidak dilakukan secara langsung oleh mahasiswa karena terkendala oleh biaya dan fasilitas.
3.3. Cara Kerja
3.3.1 Pemotongan Ayam
No. | Tahapan | Proses |
1. | Pengamatan | Mengamati bagian jengger, mata, oli gland/tungir dan bulu di sekitar vent, perbuluan, konformasi tubuh, perdagingan dan perlemakan dibawah kulit. |
2. | Killing | Memotong ayam dengan pisau tajam pada bagian leher dibelakang rahang bawah, bagian harus terputus saluran nafas, saluran pencernaan, dan vena kiri kanan. |
3. | Bleeding | 1. Menungingkan ayam kebawah dan mengeluaran darah selama lebih kurang 30 detik 2. Menimbang ayam yang telah dipotong. |
4. | Scalding | Mencelupkan dengan air hangat 60OC, selama 60 detik, atau sampai bulu besar bagian sayap mudah dicabut. |
5. | Flucking | Mencabuti bulu, menggunakan mesin dan manual/tangan. |
6. | Evisceration | Mengeluaran jeroan/seluruh organ dalam |
7. | Memotongan bagian kepala dan leher serta kaki/shank | |
8. | Memisahkan dan menimbang jeroan menjadi giblet dan leher | |
9. | Memeriksa kualitas karkas dan menilai karkas bersama dosen pembinbing praktikum | |
10 | Memotong bagian-bagian daging ayam dengan cermat dan hati-hati. | |
11. | Mencatat hasil pengamatan dan membuat laporan sementara |
3.3.2 Pemotongan Domba
No. | Tahapan | Proses |
1. | Pengamatan | Mengamati bagian mata, mulut, hidung, konformasi tubuh, perdagingan dan perlemakan dibawah kulit. |
2. | Killing | Memotong domba dengan pisau tajam pada bagian leher dibelakang rahang bawah, bagian harus terputus saluran nafas, saluran pencernaan, dan vena jugularis dan arteri karotid. |
3. | Bleeding | Menggantungkan domba pada kait dengan mengaitkan 2 bagian kaki belakang hingga menghadap kebawah |
4. | Pemotongan kepala & kaki | Memotong bagian kepala dan kaki |
5. | Pengulitan | Melakukan pengulitan dengan menyayat pada bagian lemak dibawah kulit |
6. | Evisceration | Mengeluaran jeroan/seluruh organ dalam |
7. | Memeriksa kualitas karkas dan menilai karkas bersama dosen pembinbing praktikum | |
8. | Memotong bagian-bagian daging domba menjadi 2 bagian foresaddle dan hindsaddle dengan cermat dan hati-hati. | |
9. | Mencatat hasil pengamatan dan membuat laporan sementara |
3.3.3 Pemotongan Sapi
1) Meminta ijin terlebih dahulu kepada petugas yang ada di RPH PT. Kadila Lestari Jaya dengan didampingi oleh dosen.
2) Mengamati cara penanganan prosesing pemotongan dari ternak sapi yang datang, pengistirahatan, persiapan penyembelihan, pemotongan kepala dan kaki, pengulitan, eviserasi, prosesing kepala dan jeroan dan pemotongan karkas.
3) Membuat laporan sementara dari hasil yang telah diamati dan meminta pengesahan dari assisten.
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.1.1 Pemotongan Ternak Unggas
Tabel 1. berat hidup dan berat karkas serta bagian-bagian tubuh ternak (gr)
Ternak | Bobot Hidup | Kepala | Kaki | Karkas dan Leher | Hati | Gizzard | Berat Bersih |
Ayam | 1300 | 38 | 44 | 977 | 37 | 20 | 979 |
% | 100 % | 2,22% | 3,38% | 75,15% | 2,84% | 1,54 % | 75,31 % |
Tabel 2. berat hidup dan berat bagian karkas yang tidak dikonsumsi (gr)
Ternak | Bobot hidup | Darah | Bulu | Organ | Lain-lain |
Ayam | 1300 gr | 38 gr | 108 gr | 110 gr | 112 gr |
% | 100 % | 2,92 % | 8,31% | 8,46 % | 8,62 % |
4.1.2 Pemotongan Ternak Kecil
Tabel 3. berat hidup dan berat bagian karkas domba (gr)
Berat kaki | 650 gr |
Hati, ampedu, jantung | 390 gr |
Paru | 300 gr |
Jeroan | 4,95 kg |
Karkas depan | 3,1 kg |
Karkas belakang | 5,18 kg |
Paha depan | 1,1 kg + 1,4 kg |
Paha belakang | 1,55 kg + 1,45 kg |
Tender + sirloin | 1,3 kg |
Tulang rusuk | 1,35 kg |
4.1.3 Pemotongan Ternak Besar
Hasil pengamatan berupa foto dan video kegiatan secara terlampir
4.2. Pembahasan
4.2.1 Pemotongan Ternak Unggas
A. Karkas Ayam
Kebutuhan akan industri pangan semakin hari kian meningkat, salah satunya ialah kebutuhan akan daging ayam. Pemenuhan kebutuhan daging ayam tidak terlepas oleh adanya nilai permintaan dari konsumen yang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, status sosial, dan lain-lain. Kesadaran akan hidup sehat dan seleran konsumen secara langsung berpengaruh terhadap permintaan pasar dan harga, pengklasifikasiaan (grading) merupakan suatu upaya dalam memenuhi permintaan konsumen yang pada akhirnya kan berpengaruh terhadap harga sehingga terjadi pengelompokkan beberapa kualitas daging ayam.
Pengelompokkan karkas atau daging ayam dapat dibedakan atas beberapa faktor yang selanjutnya kami lakukan dalam praktikum kali ini yakni melihat ayam dalam keadaan antemortem dan postmortemnya (karkas), menurut Abubakar dan Wahyudi (1994) Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan, dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan jumlah lemak intramuskuler dalam otot.
B. Teknik Pemotongan Ayam
Pemotongan ayam dapat dilakukan dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Menurut Soeparno (1994) Pemotongan secara langsung (tradisional) dilakukan dengan cara menyembelih pada bagian leher dengan memotong arteri karotis dan vena jugularis. Pemotongan ayam secara tidak langsung dilakukan melalui proses pemingsanan dan setelah ayam benar-benar pingsan baru dipotong.
Pada praktikum kali ini pemotongan dilakukan dengan cara langsung yakni tanpa menggunakan stunning gun, yakni dengan memotong 3 saluran yakni arteri karotis, vena jugularis, dan eosophagus.
Selain lebih ekonomis dan pemotongan secara langsung merupakan akibat dari permintaan pasar dimana banyak konsumen yang menginginkan daging ayam dalam keadaan ASUH (aman, sehat, utuh dan halal).
C. Proses Karkasing
Proses selanjutnya setelah dilakukan pemotongan ialah proses karkasing, yakni suatu proses / kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan/ menghilangkan bagian-bagian yang tidak diperlukan dari daging ayam sehingga layak untuk dijual/dikonsumsi (karkas), menurut Soeparno (1994) Karkas ayam adalah produk keluaran proses pemotongan, biasanya dihasilkan setelah melalui tahap pemeriksaan ayam hidup, penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan, pencabutan bulu dan dressing (pemotongan kaki, pengambilan jeroan, pencucian).
Pemeriksaan ayam dilakukan dengan melakukan penilaiaan sesui tabel SNI 3924:2009 dengan melihat feathering, konformasi, dan kondisi ayam sebelum disembelih. Selanjutnya dilakukan penyembelihan secara langsung, lalu dilakukan penuntasan darah (bleeding) dengan cara menggantungkan ayam agar darah yang didalam tubuh dapat keluar semu, karena adanya darah didalam tubuh dapat mengakibatkan kualitas karkas, ini sesui dengan pendapat Soeparno (1994) yakni Penuntasan darah harus dilakukan dengan sempurna karena dapat mempengaruhi mutu daging unggas. Penuntasan darah yang kurang sempurna menyebabkan karkas akan berwarna merah di bagian leher, bahu, sayap dan pori-pori kulit dimana lama penyimpanan akan terjadi perubahan warna.
Penyeduhan atau perendaman dalam air panas (scalding) dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan proses pencabutan, perendaman dilakukan selama kurang lebih 1,5 menit dengan suhu 50oC. Apabila perendaman terlalu lama akan mengakibatkn kulit menjadi coklat atau bila suhu terlalu panas mengakibatkan ayam masak, karena tujuan perendaman sendiri hanya untuk memudahkan proses pencabutan sehingga dianjurkan tidak terlalu lama menurut Soeparno (1994) sulitnya pencabutan bulu karena kolagen yang mengikat bulu sudah terakogulasi.
Tahap pencabutan bulu meliputi penghilangan bulu besar, bulu halus dan bulu seperti rambut. Menurut Soeparno (1994) pencabutan bulu besar dilakukan secara mekanis dari dua arah, yaitu depan dan belakang. Sedangkan pencabutan bulu halus dan bulu rambut umumnya dilakukan dengan metode “wax picking”, yaitu dengan pelapisan lilin, namun pada praktikum kali ini pencabutan bulu besar dilakukan dengan mesin scalding sehingga keluaran yang dihasilkan hanya tersisa beberapa bulu halus dan besar yang selanjutnya dibersihkan dengan cara manual.
Tahapan selanjutnya ialah proses dressing , menurut Soeparno (1994) proses dressing meliputi pemotongan kaki, pengambilan jeroan dan pencucian. Dengan membuat irisan lobang yang cukup besar dari bagian bawah anus, seluruh isi perut ditarik keluar termasuk jaringan pengikat paru-paru, hati dan jantung. Pengambilan jeroan dilakukan dengan cara memasukkan tangan ke dalam rongga perut dan menarik seluruh isi perut keluar. Pemotongan dilakukan dekat bagian kloaka dengan jarak sekitar 3 jari, pemotongan ini dimaksudkan supaya bagian daging yang tersayat tidak terlalu banyak dan mengakibatkan karkas menjadi rusak (menurunkan grade).
Menurut Suprijatna (2005) komponen karkas yang paling mahal adalah otot. Bagian terbesar otot terdapat di bagian dada, sehingga besarnya dada dijadikan ukuran untuk membandignkan kualitas daging pada broiler. Bagian dada merupakan bagian yang mempunyai daging yang paling banyak sehingga pemotongan karkas biasanya dilakukan sangat efektif sehingga bagian dada tidak banyak terbuang dan biasanya pemotongan bagian dada diikuti sedikit bagian punggung, karena faktor ekonomi harga jual daging dada lebih mahal daripada bagian punggung.
D. Grading Karkas Unggas
Rading karkas merupakan suatu penyeleksian karkas menurut grading nya. Ada banyak parameter untuk menentukan grade karkas (Parry, 1989). Secara internasional ada tiga grade yaitu: A (kualitas no. 1), B (kualitas no. 2) dan C (kualitas no.3). Selanjutnya dinyatakan pula penilainan grade karkas menggunakan penilaian dengan parameter tertentu yang telah ditentukan oleh USDA pada pengelompokan tersebut. Parameter-perameter yang digunakan antara lain:
1. Kesehatan dan kekuatan, dengan melihat ciri-ciri ayam yang sehat (mata cerah, gerak aktif, jengger bagus, bulu warna cemerlang dan bersih, vent kering dan bersih, bentuk tubuh serasi).
2. Bulu dengan melihat ciri-ciri bulu bagus menyeliputi seluruh tubuh dengan disertai bulu halus dan lembut
3. Konformasi dengan melihat perdagingan pada bagian dada dan paha dan lemak yang menyelimutinya
4. Daging dengan melihat penyebaran daging pada bagian dada dan paha
5. Lemak dengan melihat penyebaran lemak pada daging
6. Kerusakan-kerusakan dengan melihat sayatan pada dada.( Mountney, 1976).
Pada penilaiian karkas yang dilakukan sesuai dengan tabel USDA kualitas ayam sebelum disembelih meiliki nilai A (kualitas no. 1) yakni dengan ciri-ciri ayam aktif, jengger merah, tidak banyak cacat, persebaran bulu merata dan bagian dada berisi.
Kualitas daging yang baik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), kualitas karkas yang baik (mutu I) adalah yang konformasinya sempurna, perdagingan tebal, perlemakan baik, keutuhan cukup baik dan sempurna, serta bebas dari memar dan bulu jarum.
Untuk memperoleh karkas yang baik, prosessing perlu dilakukan di tempat pemotongan yang bersih dengan cara yang baik dan benar. Karkas yang baik adalah karkas yang besih, higienis dengan penampilan menarik.
Selama proses pengolahan akan terjadi kehilangan berat hidup kurang lebih 1/3 bagian (berat daging siap masak itu nantinya kurang lebih 2/3 dari berat hidupnya) karena bulu, kaki, cakar, leher, kepala, jeroan atau isi dalam dan ekor dipisah dari bagian daging (Rasyaf, 2003).
Persentase bagian non karkas pada ayam broiler untuk setiap umur berbeda-beda yaitu pemotongan 8 minggu persentase karkasnya untuk jantan 64,6%, kepala dan leher 6,5%, kaki 3,3%, hati 2,6%, ampela 4,4%, jantung 0,6%, usus 6,6%, darah 5,4%, dan bulu 6,0%. Untuk betina karkas 71%, kepala dan leher 4,8%, kaki 4,5%, hati 3,1%, ampela 5,6%, jantung 0,6%, usus 0,5%, darah 4,2% dan bulu 9,6% (Murtidjo, 2003).
Pada praktikum yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut dengan menggunakan sampel ayam jantan dan didaptkan nilai karkas sebesar 75,31%, Data tersebut tidak berbeda jauh dengan persentase karkas yang diungkapkan Murtidjo (2003) namun berat karkas sample lebih besar dibandingkan dengan nilai acuan Murtidjo, dapat disebabkan perdagingan ayam sample lebih besar karena terlihat pada saat penilaian konformasi bagian dada lebih tebal dan tulang tertutupi oleh daging.
Persentase karkas memang tidak banyak berpengaruh terhadap kualitas karkas namun penting pada penampilan ternak sebelum dipotong, karena biasanya pembeli akan memperkirakan nilai karkas dari penampilan ternak sewaktu ternak tersebut masih hidup.
4.2.2 Pemotongan Ternak Kecil
A. Cara pengistirahatan
Sebelum dilakukan pemotongan kambing, kambing diberikan masa pengistirahatan yang dilakukan dengan cara kambing yang akan dipotong baru datang di tampung dalam kandang penampungan dan dipuasakan selama 12-24 jam namun sayangnya pada raktikum kali ini kami tidak mempuasakannya sehingga bobot kotoran cukup berat. Tujuan dari pengistirahatan sendiri ialah adalah agar kambing tidak mengalami stress sehingga pada saat disembelih darah dapat mengalir sempurna dan menghasilkan karkas yang bermutu baik. Sedangkan pemuasaan adalah bertujuan agar pada saat disembelih tidak ada aktivitas dalam saluran pencernaan yang menghasilkan sisa pencernaan berupa feses yang dapat menjadi sarana perkembangbiakan bakteri. Pada saat proses pengistirahatan ini dilakukan pemeriksaan antemortem yang dilakukan oleh petugas dinas peternakan Surakarta. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kambing yang terserang penyakit yang berbahaya dan membahayakan konsumen bila dikonsumsi. Pemeriksaan sebelum penyembelihan (ante mortem) dilakukan paling lama 24 jam sebelum disembelih yang bertujuan agar hanya hewan yang sehat saja yang disembelih.
B. Penyembelihan
Penyembelihan dilakukan dengan cara konvensional dengan merebahkan kambing kemudian memotong leher pada pangkal dada agar darah lebih cepat keluar dan kambing cepat mati. Pemotongan dilakukan dengan memotong saluran makanan, saluran pernapasan, vena jugularis dan arteri karotid. Pada saat penyembelihan kambing harus setenang mungkin, kemudian kepala ditekan dengan satu tangan, dan tangan lain mengarahkan ujung pisau pada tenggorokan dibelakang rahang. Dengan satu gerakan mata pisau memotong pembuluh darah leher (urat nadi) dan darah terpancar keluar.
Kambing yang dipotong harus putus saluran kerongkongan (Oesophagus) saluran pernafasan (Trachea) dan saluran urat darah nadi. Pengikatan oesophagus/kerongkongan, secepatnya setelah pemotongan hewan untuk menghindari keluarnya isi rumen mengotori daging.
C. Cara pengulitan
Cara pengulitan yang dilakukan dengan kambing digantung dengan kepala di bawah, kemudian di sayat pada bagian keempat kaki, dan dilanjutkan dengan sayatan pada bagian dada sampai pada punggung. Pengulitan pada kambing/domba dilakukan dengan cara :
- Kambing/domba digantung, kemudian perut ditoreh dan dibuka dengan ujung pisau yang tajam dan jangan sampai lapisan selaput tipis yang terletak di bawah kulit tidak sobek atau berlubang
- Dari leher hingga ujung leher dilukai dengan pisau, lalu kulit kepala dikelupas. Kemudian kepala dipotong putus agar terpisah dari badan kambing.
- Potong kulit ke arah tulang dada, lalu kulit ditarik ke arah tulang dada dan leher. Dengan sebilah pisau pisahkan tulang dada
- Dalam keadaan tergantung, kulit dikelupas dengan cara menekankan kepalan tangan antara kulit dan dada, setelah itu antara kulit dan perut
- Dari bahu bagian depan kulit ditarik ke bawah dan dari pertengahan tulang dada ke bawah dan menekankannya ke belakang dengan mempergunakan kepalan tangan maka seluruh kulit pun akan jatuh
D. Cara eviserasi
Cara eviserasi yang dilakukan dengan membelah rongga perut dan rongga dada dan mengambil semua isi rongga dada dan rongga perut. Eviserasi dimulai dengan menyayat pada bagian pelana, yaitu bagian di atas lubang pengeluaran sampai dada dengan hati-hati agar tidak memotong intestinum.
Pembedahan isi perut dimulai dari poros usus dubur. Poros usus dekat dubur diikat dengan tali yang kuat. Kemudian potong batang tenggorokan, lalu bagian sekat rongga dada. Dengan demikian semua isi rongga perut dan dada kambing jatuh bersamaan. Potongan organ bagian dalam ini selanjutnya dibersihkan di tempat lain. Bersihkan rongga perut dari sisa-sisa pembuluh darahnya, kemudian karkas digantung.
E. Karkasing
proses pemotongan bagian-bagian tubuh dari kambing dilakukan dengan memotong bagian shank depan sampai pada bagian bahu (foresaddle), memotong dada dan leher, kemudian memotong loin dan daging pada punggung (hindsaddle). Potongan primal karkas dari kambing/domba terdiri dari neck (leher), shoulder (bahu), shank depan, breast (dada), flank paha, rack (rusuk) dan loin. deboning (pemisahan daging dan tulang) sebaiknya menggunakan meja potong atau dapat pula dilakukan tetap dalam keadaan tergantung atau ditempat teduh yang dialasi plastik bersih dan dipotong-potong sesuai dengan yang diinginkan. Daging segera dipisahkan dengan jeroan atau organ-organ lain. Jeroan dan organ-organ lain dipotong pada tempat yang terpisah dengan tempat pemotongan daging dan segera dibungkus.
Sementara, penanganan kepala dan kaki dilakukan dengan dilakukan pengerokan bulu pada bagian kepala dan kaki yang sebelumnya dilakukan perendaman air panas kurang lebih 5 menit untuk mempermudah pengerokan. Perendaman air panas tidak boleh terlalu lama karena akan menyebabkan kulit yang melekat pada kepala dan kaki terkelupas. Setelah itu kepala dan kaki langsung di ambil pedagang atau konsumen sesuai pesanan.
4.2.3 Pemotongan Ternak Besar
Praktikum pemotongan ternak besar dilakukan pada tanggal 25 November 2015 di RPH PT. Kadila Lestari Jaya. Praktikum dilakukan dengan wawancara langsung dengan pengelola dan pengamatan langsung mulai dari pengistirahatan sampai pemotongan bagian-bagian karkas.
Ternak yang akan dipotong merupakan sapi yang berasal dari peternakan Kadila Lestari Jaya sendiri, kegiatan pemotongan di RPH melainkan ialah fasilitas yang diberikan PT. Kadila kepada para bandar atau penjual daging untuk memotong sapinya di peternakan. Sebelum pemotong biasanya dilakukan pemeriksaan antemortem. Tujuan dari pemeriksaan antemortem adalah untuk mengetahui ada ternak yang cedera, sehingga ternak harus dipotong sebelum ternak yang lain dan untuk mengetahui ternak-ternak yang sakit dan harus dipotong secara terpisah dengan ternak yang sehat (Soeparno, 2005).
Pada praktikum pemotongan, sapi yang dipotong adalah sapi jenis ACC (Australian Commercial Cross) betina dengan berat hidup sekitar 300 kg. pada sapi yang akan dipotong biasanya dilakukan pengistirahatan ternak dengan pemuasaan ternak tanpa diberi pakan. Lama pengistirahatan bervariasi mulai dari 1 jam sampai 8 jam. Maksud dari pemuasaan ternak sebelum dipotong adalah untuk memeperoleh bobot tubuh kosong, yaitu bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan, isi kandung kencing dan isi saluran empedu dan untuk mempermudah proses pemotongan karena dengan dipuasakan ternak menjadi lebih tenang (Soeparno, 1998).
Setelah pemuasaan, ternak digiring dari kandang penampung, ternak disiram dengan air, air digunakan agar ternak bersih dan mempermudah pengulitan. Setelah itu, ternak masuk dalam killing box, yang berupa ruangan sempit segi empat panjang dengan salah satu sisinya bisa dibuka. Setelah ternak masuk, kaki diikat, sisi killing box dibuka dan ternak jatuh menghadap kiblat. Pemotongan dilakukan sesuai syariat Islam. Sapi dipotong dengan menghadap kiblat, kepala berada di sebelah selatan dan ekor di sebelah utara. Ternak disembelih dengan mengiris pada bagian kulit, vena jugularis, arteri carotis oesophagus dan trakhea. Proses penyembelihan memakan waktu 3 menit. Proses penyembelihan tidak terlalu lama atau ternak harus cepat mati, sehingga tidak terlalu lama tersiksa (Soeparno, 1998).
Setelah itu, kepala dipisah dan dilakukan pengulitan gantung, proses pengulitan berjalan selama 3 menit, setelah pengulitan, rongga perut dibuka, dikeluarkan jerohannya. Pengeluaran ini memakan waktu 1 menit. Jerohan lalu dimasukkan dalam ruangan yang berbeda, yaitu ruang jerohan hijau untuk saluran pencernaan dan ruang jerohan merah untuk jantung, paru-paru, hati, limpa dan ginjal, dalam ruangan tersebut organ-organ dibersihkan dan diperiksa secara postmortem, seperti adanya cacing pada hati atau batu ginjal pada ginjal.
Pembelahan karkas memakan waktu 2 menit. Pembelahan dilakukan secara konvensional, mulai dari tulang leher, karkas dibelah menjadi dua, sebelah kiri dan kanan. Setelah itu karkas ditimbang secara sensoris, beratnya mencapai sekitar 130 kg. Presentase karkas dari satu tubuh sapi mencapai 40-50%. Karkas lalu masuk ke ruang lain untuk dipotong-potong sesuai keinginan konsumen. Sebelum dipotong-potong, seharusnya karkas dilayukan dahulu kurang lebih 8 jam, namun karena konsumen ingin mendapatkan segera karkasnya, maka proses pelayuan tidak dilakukan. Pengangkutan biasanya diambil sendiri oleh konsumen.
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam laporan akhir praktikum, dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya sebagai berikut:
1. Teknik pemotongan ternak dibagi menjadi dua bagian, yaitu pemotongan secara langsung (halal method) dan tidak langsung (western method). Pemotongan secara langsung, dilaksanakan apabila ternak telah dinyatakan sehat, kemudian disembelih pada bagian leher dengan memotong arteria carotis, vena jugularis, oesophagus dan tenggorokan. Pemotongan ternak secara tidak langsung, artinya ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan setelah ternak benar-benar pingsan.
2. Adapun syarat yang harus dipenuhi dalam penyembelihan ternak adalah ternak harus sehat. Ternak tidak dalam keadaan lelah, ternak tidak produktif lagi atau tidak dipergunakan sebagai bibit dan ternak yang dipotong dalam keadaan darurat. Ternak harus diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna.
3. Secara umum, mekanisme urutan pemotongan ternak besar di Indonesia dibagi menjadi dua bagian yaitu proses penyembelihan dan proses penyiapan karkas, ternak yang sudah dinyatakan sehat oleh dokter hewan atau petugas yang berwenang serta sudah diistirahatkan dibawa keruang pemotongan dan disiram dengan air dingin.
5.2. Saran
Masih banyaknya kesalahan berupa darah yang keluar tidak sempurna, patahnya tulang dan ketidakrapihan saat pemotongan menjadikan hasil kegiatan praktikum memiliki nilai karkas yang rendah. Sehingga penyususn menyimpulkan bahwa ada masih perlu adanya beberapa saran yang diharapkan dari kegiatan praktikum berikutnya. Selain itu, masih terbatasnya bahan dan waktu praktikum diharapkan mahasiswa mengerti dan memahami penanganan ternak seharusnya , sehingga kesalahan yang tidak diharapkan dapat dikurangi dengan cara diperlihatkan video atau materi sebelum praktikum dilaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Standardisasi Nasional (DSN). 1995. SNI 01-3924-1995. Karkas Ayam Pedaging. Dewan Standardisasi Nasional, Jakarta
Kartasudjana, Ruhyat dan Edjeng Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta
Siregar, A. P., M Sabrani, dan S. Pramu. 1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Penerbit Margie Group, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Suhardjo dan Kusharto CM. 1992. Prinsip – prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta: Kanisius.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Safrudin, dan Ruki. 2012. Laporan Pendaat Kewajaran atas Rencana Pembelia Aset Tetap dari PT SHS internasional (Afiliasi Perseroan). Charoen Pokhpand Indonesia.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
0 Response to "Laporan Akhir Praktikum Abbatoir dan Teknik Perecahan Daging"
Posting Komentar