PENDAHULUAN
Tanaman gowok, kupa, atau kepa dengan nama ilmiah Eugenia polycephala adalah buah anggota suku jambu-jambuan atau Myrtaceae. Manfaat buah kupa selain buahnya dikonsumsi dalam bentuk segar, juga dapat dibuat jeli. Pucuk-pucuk mudanya dimakan sebagai sayuran dan kayunya dapat dimanfaatkan untuk bahan bangunan rumah (Prosea, 2010). Berbeda dengan tanaman buah yang lainnya, buah kupa sudah sangat jarang dibudidayakan. Hal ini mungkin dikarenakan buah ini kurang memiliki nilai ekonomi dibandingkan dengan buah lainnya. Kenyataan ini juga berdampak pada minimnya penelitian yang mengeksplorasi kupa lebih jauh.
Kupa, umumnya diperbanyak dengan biji. Untuk mendapatkan benih kupa yang bermutu maka perlu dilakukan penanganan benih sesuai dengan sifat benih tersebut. Penanganan benih yang perlu dilakukan adalah menyimpan benih pada kondisi yang optimum, untuk mempertahankan viabilitasnya agar tetap tinggi sampai benih ditanam kembali. Salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam penyimpanan benih adalah karakteristik benih yang akan disimpan.
Karakteristik benih yang disimpan sangat dipengaruhi oleh kadar air benih dan kadar air kritikal. Kadar air kritikal adalah tingkat kadar air pada saat viabilitas benih menurun secara nyata. Secara umum, penggolongan jenis benih dibagi menjadi 2 macam berdasarkan kadar air kritikal dan suhu saat penyimpanan benih yaitu benih rekalsitran dan ortodok (Roberts dalam Copeland dan McDonald, 2001). Kadar air pada sebuah benih dicirikan oleh besarnya persentase kandungan air terhadap berat total dari benih tersebut. Keadaan ini membuktikan bahwa kandungan air pada setiap benih akan berbeda-beda walaupun pada varietas benih yang sama. Kandungan air pada benih dapat dijadikan sebagai indikator atau petunjuk apakah pendistribusian benih tersebut dapat dilakukan atau penyimpanan benih tersebut dapat dilaksanakan. Kadar air benih selama dalam proses penyimpanan merupakan faktor yang paling esensial karena akan mempengaruhi perkembangan masa hidupnya(Justin dan Bass, 2002).
Menurut Harrington (1972) dalam Purwanti 2004, masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih makin kompleks sejalan dengan meningkatnya kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Benih adalah bersifat higroskopis, sehingga benih akan mengalami kemundurannya tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan.
Kadar air sangat berpengaruh terhadap kehidupan benih. Pada benih ortodoks, kadar air saat pembentukan benih sekitar 35-80% dan pada saat tersebut benih belum cukup masak untuk dipanen. Pada kadar air 18-40%, benih telah mencapai masak fisiologis, laju respirasi benih masih tinggi, serta benih peka terhadap serangan cendawan, hama dan kerusakan mekanis. Pada kadar air 13-18% aktivitas respirasi benih masih tinggi, benih peka terhadap cendawan dan hama gudang, tetapi tahan terhadap kerusakan mekanis. Pada kadar air 10-13%, hama gudang masih menjadi masalah dan benih peka terhadap kerusakan mekanis. Pada kadar air 8-10%, aktivitas hama gudang terhambat dan benih sangat peka terhadap kerusakan mekanis. Kadar air 4-8% merupakan kadar air yang aman untuk penyimpanan benih dengan kemasan kedap udara. Kadar air 0-4% merupakan kadar air yang terlalu ekstrim, dan pada beberapa jenis biji mengakibatkan terbentuknya biji keras. Penyimpanan benih pada kadar air 33-60% menyebabkan benih berkecambah (Purwanti, 2004).
Namun pada benih rekalsitran, benih akan mengalami kematian bila dikeringkan sampai pada kadar air yang rendah sehingga benih tidak dapat di simpan lama (Mulawarman et al, 2002 dalam Satrani, 2004). Pada benih rekalsitran cepat mengalami proses kemunduran, daya simpan umumnya singkat dan benih akan mati jika kadar air benih mengalami penurunan hingga 15%-20% atau setara dengan kesetimbangan kadar air benih pada kelembaban nisbi (RH) 70%, suhu 200C (Sukarman dan Rusmin, 2000).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syatrianty et al. (2007) menunjukkan bahwa benih kakao dengan kadar air awal sebesar 26-30% dan disimpan pada media arang sekam dapat memperlambat laju penurunan viabilitas benih kakao sehingga mememiliki vibilitas tertinggi sebesar 72,67% selama 3 bulan.
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah menentukan kadar air kritikal dan menentukan waktu pengamatan viabilitas (daya berkecambah) benih kupa.
Hipotesis
- Terdapat batas kadar air kritikal pada benih kupa, benih kupa akan mengalami penurunan viabilitas dibawah kadar air kritikal tersebut.
- Terdapat waktu yang tepat untuk standar pengamatan pertama dan terakhir daya berkecambah benih kupa
Botani Kupa
Tidak banyak artikel ilmiah baik dari dalam dan luar negri yang membahas tentang buah kupa, Hal ini mungkin dikarenakan buah ini kurang memiliki nilai ekonomi dibandingan dengan buah lainnya. Namun dari hasil penelusuran literatur diketahui bahwa kupa merupakan kerabat dekat jambu air, jambon, dewandaru, pangopa, Eugenia dombeyi (Plantamour, 2008).
Tanaman kupa atau nama latinnya Eugenia polycephala Miq merupakan tanaman yang jarang ditemukan dan mungkin tidak lagi dibudidayakan.Tanaman kupa umumnya berbentuk pohon atau perdu dengan tinggi sekitar 15-25 m dengan diameter 25-70 cm. Buahnya berdiameter 2-2,4 cm, berwarna hijau kekuningan atau kemerahan. Tanaman ini memiliki dua forma; yang satu berdaging buah putih [menteng], dan yang lain berdaging buah warna merah [bencoy]. Kedua forma ini memiliki buah yang asam dan yang manis rasanya. Buah-buah ini biasanya dikonsumsi begitu saja atau dibuat jadi setup, asinan, atau difermentasi menjadi minuman (Anonim, 2010). Adapun klasifikasi tanaman ini (Prosea, 2010) adalah
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)
Genus : Eugenia
Spesies : Eugenia polycephala Miq.
Gambar 1. Tanaman kupa dan buah
Kadar air
Kadar air sangat berperan didalam penyimpanan benih. Hal ini disebabkan kadar air akan menentukan kualitas benih selama disimpan dan setelah disimpan. Benih yang memiliki kadar air yang rendah sekitar 6% dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama (benih ortodoks) tetapi benih yang memiliki kadar yang tinggi diatas 10%(benih ortodoks) akan mudah terserang jamur atau cendawan dan aktivitas metabolismee relative tinggi.
Kadar air menurut Bonner(1984) dapat mempengaruhi atau menunjukkan 3 hal yaitu tingkat kemasakan benih tersebut, longevitas benih dalam penyimpanan dan tingkat perlakuan pendahuluan sebelum benih tersebut dikecambahkan. Tingkat kemurinian benih juga mempengaruhi kadar air benih. Kemurnian benih yang rendah diduga memiliki kadar air yang tingi disebabkan makin tingginya kandungan serasah yang diduga banyak menyimpan uap air (Anonim, 1994).
Kadar air pada penyimpanan benih merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan. Pada umumnya benih tidak dianjurkan disimpan pada kadar air yang masih tinggi karena benih akan cepat kehilangan viabilitasnya. Kandungan air yang relative masih tinggi d dalam benih menyebabkan proses respirasi dan metabolisme dalam benih juga meningkat sehingga banyak energy yang digunakan untuk proses tersebut (Sutopo, 2004).
Benih Rekalsitran
Benih rekalsitaran sangat peka terhadap pengeringan atau penurunan kadar air. Penurunan kadar air di bawah kadar kritikal air akan mengakibatkan kerusakan integritas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran metabolik seperti gula, fosfat dan kalium yang dapat menurunkan viabilitas atau kematian pada benih. Kadar air awal pada benih rekalsitran yang tinggi dapat menyebabakan terjadinya proses metabolisme di dalam benih, dimana proses tersebut diharapakan tidak akan berlangsung dan akan digunakan sebagai energy candangan pada saat penyimpanan benih (Halimursyadah, 2007). Oleh karena itu diperlukan penurunan kadar air yang tinggi ke kadar air yang aman untuk penyimpanan.
Berdasarkan kepekaan terhadap kekeringan, Farrant et al. (1988) dalam Adimargono (1997) membagi benih rekalsitran menjadi 3 tipe yaitu tipe minimal, tipe moderat dan tipe rekalsitran penuh. Benih yang bertipe minimal lebih toleran terhadap kehilangan air dan terhadap suhu yang rendah. Tipe benih dapat disimpan maksimum 4 tahun, hidup didaerah subtropics seperti Aesculus hippocastanum. Tipe moderat adalah tipe benih rekalsitran yang tidak cukup toleran terhadap kehilangan air dan sebagaian besar dari spesies ini peka trehadap suhu rendah, dan pada umumnya tumbuh didaerah tropis seperti Theobroma cacao dan Hevea brasiliensis. Sedangkan tipe benih rekalsitran penuh tidak toleran terhadap kehilangan air dan peka terhadap suhu rendah.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih kupa yang baru dieksrak dan pasir. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah cawan untuk mengukur kadar air benih kupa, timbangan analitik, oven, desikator, boks perkecambahan, wadah plastic yang berlubang-lubang dan alat penyiraman.
Metode
- Benih kupa yag telah diskstrak, dibersihkan dibawah air yang mengalir setelah bersih lalu direndam dalam larutan natrium hypokhlorit (kloroks) 1% selama 1-2 menit, lalu dibilas dengan menggunakan air aquades, ditiriskan lalu dikering angingkan dengan cara menghamparkan diatas wadah plastik yang berlubang-lubang.
- Pengujian kadar air :
- Benih kupa sebanyak 10 buah ditimbang bobotnya dan dicatat sebagai bobot basah pada pengeringan 0 hari.
- Sepuluh buah (10) benih kupa tersebut dihamparkan pada wadah plastic yang berlubang sama seperti benih yang lainnya tetapi harus terpisah dan teridentifikasi karena ditimbang kembali pada hari berikutnya dan dicatat sebagai bobot basah pada pengeringan 1 hari, demikian dilakukan penimbangan pada benih yang sama setiap hari hingga 7 hari pengeringan.
- Setelah dilakukan penimbangan bobot basah hingga hari ke tujuh, selanjutnya benih diiris tipis dan dioven 105° C selama 17+1 jam ( jangan sampai ada benih yang hilang atau tertukar), lalu didinginkan sebentar dalam desikator dan ditimbang, serta dicatat sebagai bobot kering.
- Penetapan kadar air tersebut dilakukan sebanyak 4 ulangan (kelompok.
- Perhitungan kadar air dilakukan melalui 2 cara yaitu berdasarkan bobot basah dan berdasarkan bobot kering.
3. Pengujian viabilitas :
- Sebanyak 25 buah benih kupa ditanam dalam wadah books plastik yang telah diberi media pasir pada 0 hari pengeringan, 1 hari pengeringan (dikering angingkan), 2 hari, dan seterusnya hingga 7 hari pengeringan.
- Penanaman dilakukan masing-masing dengan 4 ulangan (kelompok).
- Pengamatan dilakukan setiap hari dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah yang mulaitumbuh, kecambah tumbuh normal, kecambah yang terserang mikroorganisme dan benih yang mati.
4. Percobaan penentuan waktu pengamatan daya berkecambah benih dilakukan bersamaan dengan pengujian daya berkecambah pada 0 hari pengeringan menggunakan 4 books masing-masing berisi 25 buah benih kupa
5. Pengamatan kondisi fisik benih dilakukan pula terhadap 10 buah benih kupa yang digunakan pada engujian kadar air meliputi persentase benih yang berkecambah selama pengeringan dan benih yang terserang mikroorganisme (jamur/bakteri).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh waktu tanam terhadap kadar air benih kupa
Benih kupa termasuk dalam kategori benih rakalsitran, dimana benih rekalsitran memiliki kisaran kadar air yang bervariasi pada saat rontok (shelling) dan setelah panen (post harvest), terutama responya terhadap desikasi. Berdasarkan hasil uji BNT pada table 1 menunjukkan bahwa waktu penanaman H0, memilki kadar air basah yang paling tinggi (56,611%), kemudian diikuti oleh H1(44,786%), H2 (27,470%), H3 (19,427%) yang tidak berbeda nyata dengan H4(19,931%)
Tabel 1. Pengaruh waktu tanam terhadap kadar air basah benih kupa
Waktu tanam/lama pengeringan | Kadar air basah benih kupa (%) |
Langsung Tanam (H0) | 56,61 a |
Tanam setelah 1 hari (H1) | 44,79 b |
Tanam setelah 2 hari (H2) | 27,47 c |
Tanam setelah 3 hari (H3) | 19,43 d |
Tanam setelah 4 hari (H4) | 15,93 de |
Tanam setelah 5 hari (H5) | 14,72 e |
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut BNT 5%
Persentase penurunan kadar air awal benih kupa menunjukkan benih mengalami kekurangan atau kehilangan kadar air. Pada periode langsung tanam (H0), kadar air awal benih kupa memiliki kadar air sebesar 56,61%, kemudian pada periode tanam H1 sampai periode tanam H5 mengalami penurunan hingga mencapai 44,79% dan 14,72%. Hal ini diduga, bahwa air didalam benih kupa adalah air bebas yaitu air yang diikat oleh daya kapiler pada jaringan benih dan air bebas ini sifatnya mudah dihilangkan/dibebaskan. Untuk mencegah perubahan kadar air yang relatif tinggi diperlukan wadah yang kedap udara. Dengan menggunakan wadah kedap udara tidak akan terjadi pertukaran udara luar dengan udara di dalam wadah. Udara di dalam wadah relative kecil dibandingkan dengan volume benih sehingga penyerapan udara oleh benih untuk mencapai keseimbangan tidak akan meningkatkan kadar air secara nyata.
Kadar air kritikal dapat diketahui dari kadar air pada saat dimulai penurunan daya berkecambah benih. Dari hasil analis varian yang dilakukan, diketahui bahwa variable kadar air berpengaruh sangat nyata terhadap waktu tanam. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air benih. Berdasarkan dari hasil analisis daya berkecambah pada perlakuan H0, benih kupa yang berkecambah tidak ada yang mencapai 50% (Tabel 2), maka kadar air kritikal benih kupa belum dapat diketahui. Hasil yang hampir serupa dilaporkan oleh Purwanto (2009) bahwa pada benih belimbing yang kadar air kritikalnya belum diketahui karena daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum tidak menunjukkan penurunan yang nyata pada semua taraf kadar air benih. Espindola et al. (1994) menyatakan bahwa penurunan kadar air benih selain merusak bagian sub seluler benih, yaitu terutama membran sel dan inti sel, juga dapat tingkat kadar air optimum untuk penyimpanan (Ho et al, 1984) mengganggu sintesis protein, karena penurunan kadar air dapat menurunkan kemampuan menyatukan metionin dalam proses sintesis protein
Benih rekalsitran adalah benih yang tidak dapat diturunkan kadar airnya sampai rendah, tidak dapat disimpan pada suhu rendah dan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Menurut Roberts and King dalam Anandalkshmi et al. (2005) benih rekalsitran tidak toleran terhadap pengeringan dan temperatur rendah.
Pengaruh waktu tanam terhadap viabilitas benih kupa
Perkecambahan benih merupakan salah satu kriteria yang berkaitan dengan kualitas benih dan juga dapat mengambarkan kemunduran benih tersebut. Selama dalam proses penyimpanan, benih mengalami proses penuaan dan menurunkan viabilitasnya.
Tabel 2. Pengaruh waktu tanam terhadap viabilitas benih kupa
Waktu tanam/lama pengeringan | IndeksVigor Benihkupa (%) | Daya Berkecambah (%) |
Langsung Tanam (H0) | 29 a | 36 a |
Tanam setelah 1 hari (H1) | 13 ab | 24 ab |
Tanam setelah 2 hari (H2) | 13 ab | 20 ab |
Tanam setelah 3 hari (H3) | 0 b | 0 b |
Tanam setelah 4 hari (H4) | 0 b | 0 b |
Tanam setelah 5 hari (H5) | 0 b | 0 b |
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut BNT 5%
Waktu tanam yang berbeda atau lama pengeringan berpengaruh nyata terhadap viabilitas benih kupa berdasarkan indeks vigor dan daya berkecambah. Hasil uji BNT pada table 2 menunjukkan bahwa waktu tanam H0 memiliki indeks vigor paling tinggi (29%) dan daya berkecambah yang paling tinggi (36%) tetapi tidak berbeda dengan waktu tanam H1 dan H2 sedangkan indeks vigour yang paling rendah (0%) dan daya berkecambah paling rendah (0,00%) adalah waktu tanam H3, H4 dan H5. Hasil ini menunjukkan bahwa benih kupa yang memiliki kadar air basah yang paling tinggi (Tabel1) mempengaruhi viabiliatas benih kupa. Hal ini diduga bahwa kadar air dalam benih kupa erat hubungannya dengan viabilitas benih. Kadar air yang konstan mampu menjaga viabilitas benih dan benih yang banyak kehilangan air maka makin besar efek kerusakanya yang berujung pada kematian benih. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Rachmawati (1999) pada benih kakao, dimana daya berkecambah benih kakao mengalami penurunan dengan semakin rendah tingkat kadar air benih. Pada saat kadar air benih diturunkan sampai tingkat 30% nilai daya berkecambah sudah turun yaitu sebesar 94.17% dibandingkan dengan kadar air awal 40.93% (daya berkecambah 99.17%).
Sebaliknya, viabilitas benih kupa yang paling rendah (0 %) terjadi pada perlakuan waktu tanam H3, H4 dan H5. Dimana waktu tanam atau lama pengeringan tersebut tidak ada benih yang berkecambah dibandingkan dengan dengan waktu tanam lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa benih kupa tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan ditempatkan pada suhu ruang. Pada beberapa kasus benih rekalsitran, benih akan masih berkecambah jika ditempatkan di ruangan bersuhu 0°C sampai 5°C dengan kadar air benih berkisar antara 30-40% dan dalam wadah plastik (Bonner dalam Kurniati,1988)
Daya berkecambah adalah tolok ukur untuk pengukuran viabilitas benih yang memprakirakan parameter viabilitas potensial lot benih yang diukur berdasarkan persentase kecambah normal (Sajad 1994). Penentuan waktu pengamatan didasarkan pada kurva persentase total perkecambahan normal dan kurva persentase tambahan normal setiap hari.
Pengamatan pertama ditentukan pada hari ketika persentase tambahan kecambah normal mencapai maksimum. Berdasarkan gambar kurva 1, terlihat bahwa hitungan pertama pada hari ke 28 setelah tanam sedangkan hitungan terakhir pada hari ke 32 setelah tanam. Hasil penelitian Halimursyadah pada benih Avicennia marina yang tergolong benih rekalsitran perhitungan pertama jatuh pada hari ke-13 sedangkan hitungan kedua jatuh pada hari ke-22. Pengamatan terakhir ditentukan ketika akumulasi persentase perkecambahan mencapai maksimum. Penentuan benih kupa yang berkecambah normal ketika benih tersebut memilki struktur yang penting yaitu hipokotil, epikotil, kotiledon dan radikula.
KESIMPULAN
- Kadar air kritikal kematian pada benih kupa sebesar 23% sedangkan kadar air kritikal benih kupa belum dapat diketahui.
- Waktu untuk penilaian viabilitas (daya berkecambah) benih kupa adalah 28 hari setelah tanam untuk pengamatan pertama dan 32 hari setelah tanam pengamatan terakhir .
DAFTAR PUSTAKA
Anandalakshmi, R., V. Sivakumar, R. R. Warrier, R. Parimalam, S. N. Vijayachandran, and B. G. Singh. 2005. Seed storage studies in Syzygium cumini. Journal of Tropical Science 17(4) : 566-567.
Anonim. 2010. Mengenal tanaman langka dari jalan. http://green.kompasiana.com/penghijauan/2010/11/01/mengenal-tanaman-langka-dari-nama-jalan. [25 November 2010]
Anonimb. 2010. Kupa. http://www.plantamor.com/index.php?plant=559. [ 25 November 2010]
Anonim. 1994. Penentuan kadar air benih leda (Eucalyptus deglupta). Departemen Kehutanan. 13 Hal
Adimargono. S. 1997. Recalsitrant seeds identification and storage. Larenstein International Agriculture College. p.65
Bonner, F. T. 1984. Measurment and management of tree seed moisture in compilation of recture notes. Vol II. Six week Training Course in seed Tecnology of forest trees. SEAMEO-BIOTROP, Bogor. Indonesia.
Copeland. O.L and Mcdonald.B.M. 2001. Seed science and technology. Kluwer academic Publishers. 467 p
Espindola, L.S, M Noin, F. Cornbineau and D Come. 1994. Cellular and metabolic damage induced by dessication in recalcitrant Araucaria angustifolia embryo. Seed Sci research 4:193-200
Halimursyadah. 2007. Studi penanganan benih rekalsitran avicennia marina (Forsk.) Vierh : desikasi, penyimpanan dan viabilitas. Tesis IPB. Hal 89.
Ho, Y, L., H.F Chin and M. Z Karim. 1984. The effects of seed moisture and storage temperature on storability of cacao (Theobrama cacao L) seeds. Seed sci and Technol. 72 : 415-420
Justine OL, LN Bass.2002. Prinsip dan praktek penyimpan benih (terjemahan). CV Rajawali. Jakarta 444 hal.
Kurniati, R.1988. Usaha penyimpanan benih Shorea pinanga Scheff untuk memperpanjang masa dormasi. Bul. Peneletian Hutan. 497 : 21-28
Plantamour, 2008. Gowok (informasi spesies). http://www.plantamor.com/index.php?plant=559 (28 Nopember 2010)
Prosea. 2010. Syzygium polycephalum (Miq.) Merr. & Perry. http://www.proseanet.org/prohati3/browser.php?docsid=81 (28 Nopember 2010)
Purwanti. S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kedelai kuning. Ilmu Pertanian Vol. 11 No.1, 2004 : 22-31
Purwanto E. 2009. Studi karakteristik benih belimbing dan daya simpannya. Skripsi IPB.
Satriani R. 2004. Pengaruh tingkat masak, kadar air awal dan periode simpan terhadapa viabilitas benih mengkudu. Skripsi IPB.
Sajad S. 1994. Kuantifikasi metabolisme benih. Jakarta Gramedia Widiasarana Indonesia.
Syatrianty A. S, M. A Ishak' dan Jusriana. 2007. Viabilitas benih kakao (Theobroma cacao L.) pada berbagai tingkat kadar air benih dan media simpan benih. J. Agrivigor 6(3): 243-251.
Sukarman dan D. Rusmin. 2000. Penangnan benih rekalsitran. Buletin Plasma Nutfah. 6 (1): 7-15.
0 Response to "PENENTUAN KADAR AIR KRITIKAL DAN WAKTU PENGAMATAN PERKECAMBAHAN BENIH KUPA (Eugenia polycephala) "
Posting Komentar